Friday, May 27, 2005

TEPATI JANJI DEMI HARGA DIRI

Janji, sumpah, atau komitmen, acap indah diucapkan, mudah ditandatangani, tapi tak jarang gampang pula dicederai. Bagaimana para amirul mukminin menepati janji?

Suatu ketika, dua orang pemuda menghadap Amirul Mukminin, Umar bin Khatthab Radhiyallahu \'anhu (Ra), sambil menggiring seorang pria. Keduanya mengadukan pria tersebut kepada khalifah atas kasus pembunuhan yang dilakukannya terhadap ayah mereka. Mendengar pengaduan itu, serta merta Umar bin Khatthab langsung menginterogasinya.

“Wahai Fulan, apa yang sebenarnya telah terjadi?” tanya Umar.

“Waktu itu aku memiliki unta. Ketika kami berhenti di kebun milik ayah kedua pemuda, tanpa dapat dicegah untaku menjulurkan lehernya dan memakan kurma yang ada di kebun. Tiba-tiba datang ayah kedua pemuda dan memukulkan batu ke arah untaku. Melihat demikian, aku tak tinggal diam. Aku ambil batu tersebut dan balas memukul kepala ayahnya hingga tewas,” papar pria itu.

Dari pengakuan itu, Umar bin Khatthab memvonisnya dengan hukuman qishash, yaitu menghukum mati pria itu. Tapi sebelum dieksekusi, pria itu minta waktu penundaan tiga hari. Alasannya, ia masih memiliki beberapa saudara yatim, sedang dirinya menyimpan banyak harta di suatu tempat yang tidak diketahui kecuali dirinya sendiri. Rencananya, waktu tiga hari tersebut akan digunakan untuk memberitahukan tempat harta tadi disimpan kepada saudara-saudaranya agar mereka dapat memanfaatkannya.

Umar bin Khatthab berkata, “Bisa saja aku beri tempo tiga hari, asalkan engkau mampu menghadirkan orang yang bisa menjadi jaminanmu.”

Sikap bijaksana Amirul Mukminin itu segera disambut si terpidana dengan menebar pandangannya ke arah orang-orang yang ada di sekeliling pengadilan. Ia berharap mudah-mudahan ada orang yang ia kenal. Sayangnya, tak seorang pun yang ia kenal. Sirnalah harapannya untuk mendapatkan orang yang akan menjadi penjaminnya.

Tapi tiba-tiba dari kerumunan massa, berdiri sosok sederhana yang tak lain adalah Abu Dzar Al-Ghiffari. Ia mengangkat tangan seraya berkata, “Wahai Amirul Mukminin, insya Allah saya siap menjadi penjaminnya hingga sebelum terbenamnya matahari di hari ketiga.”

Berkat jaminan Abu Dzar, pria itu bisa pergi untuk menikmati tempo waktu tiga hari yang diberikan Amirul Mukminin sebelum dieksekusi.

Di hari ketiga, waktu tersisa hanya dalam hitungan jam saja, Umar menatap penuh rasa khawatir kepada Abu Dzar. Ia takut kalau pria itu tidak datang. Tapi dalam suasana tegang itu, sebelum matahari terbenam, pria tersebut muncul di tempat yang ia janjikan sesuai waktu yang ia tetapkan. “Wahai Amirul Mukminin, inilah aku telah datang menemuimu,” lapor pria itu kepada Umar.

Dengan setengah kagum Umar bertanya, “Apa yang mendorongmu untuk datang kemari?”

Pria itu menjawab, “Aku datang agar khalayak luas tidak ada yang berasumsi bahwa pemenuhan janji sudah mati suri.”

Lantas Umar bertanya kepada Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar, apa yang mendorongmu bersedia menjadi penjaminnya?”

Abu Dzar menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, aku berani menjaminnya agar tak seorang pun beranggapan bahwa muruah (harga diri) telah hilang.”

Tiba-tiba kedua pemuda yang ayahnya mati terbunuh maju menghadap kepada Amirul Mukminin untuk menarik dakwaan dan memaafkan pria itu. Umar pun bertanya, “Mengapa kalian berdua memaafkannya?”

Kedua pemuda menjawab, “Agar tak seorang pun memiliki persepsi bahwa toleransi telah sirna.”

***

Janji, sumpah, atau komitmen, acap indah diucapkan, mudah ditandatangani, tapi tak jarang gampang pula dicederai. Akhir-akhir ini, kita kerap menyaksikan berbagai janji, nota kesepahaman, atau sumpah setia, begitu mudah dibuat oleh berbagai kalangan, mulai dari orang-orang elite hingga mereka yang dikenal wong cilik. Sayangnya, kesepakatan yang dibuat seringkali semu, tidak mencerminkan nilai-nilai kesepakatan yang sesungguhnya, tapi dilakukan demi mengejar kepentingan sesaat. Dalam bahasa lain dikenal dengan istilah politik dagang sapi.

Di tengah badai krisis multidimensi yang tak kunjung reda ini, kita tentu menyambut baik setiap kesepahaman yang terjadi antara para elite politik negeri ini. Namun seyogyanya, semua dilakukan atas landasan nilai-nilai moral dan kepentingan universal bangsa dan ummat Islam, sebagai pemangku sah negeri ini. Dalam kaitan ini, kisah di atas menggambarkan dalam tiga dimensi moral yang amat bernilai.

Pertama, kesepakatan dibuat harus didasari cita-cita luhur agar rakyat tidak ada yang berasumsi bahwa pemenuhan janji sudah mati suri.

Ini merupakan sebuah ungkapan arif yang mencerminkan keluhuran jiwa. Sebenarnya, tiga hari cukup bagi pria terpidana itu untuk kabur agar terbebas dari jeratan hukum. Toh, kalaupun ia tak datang menepati janji, ada orang yang telah siap menjadi penggantinya untuk menerima hukuman. Tapi tidak demikian. Dengan tegar ia menepati apa yang telah menjadi komitmen dirinya.

Sikap demikian tentu saja tidak akan pernah terjadi di negeri dimana kejujuran, pemenuhan janji, dan komitmen sudah sirna. Jangan harap ada keluhuran sikap seperti itu bila apapun di negeri ini bisa selesai asalkan uang dan kekuasaan yang berbicara. Sudah menjadi rahasia umum, maling-maling kelas kakap negeri ini dapat dengan mudah berkelit dan lari dari tuntutan hukum. Alasannya klasik: sakit, berobat ke luar negeri, atau apapun yang terkesan absah secara hukum.

Contoh lain, ada kecenderungan sejumlah elite politik negeri ini membangun koalisi yang sangat sarat dengan kepentingan-kepentingan individu para ketua partai semata, tanpa mempertimbangkan kepentingan konstituennya. Alih-alih memberi perubahan, kesepakatan yang dibangun dalam koalisi itu justru malah menjadi simbol kebangkitan dari kekuatan amoral status quo. Padahal dari dulu perilaku mereka bak bajing loncat, bunglon, atau lintah darat penghisap darah dan peluh keringat rakyat. Lebih disayangkan lagi, di dalam barisan koalisi itu justru ada yang berasal dari kekuatan politik Islam.

Kedua, agar tak seorang pun beranggapan bahwa muruah (harga diri) telah hilang.

Harga diri bangsa ini sudah diobral habis-habisan. Di dalam negeri, misalnya, bangsa ini telah menjadi kuli di negerinya sendiri. Di luar negeri, mereka diperlakukan laksana budak-budak belian. Jeritan, rintihan, dan tangisan para pahlawan devisa itu seperti tak pernah berakhir. Sementara mental para pejabat kerap menyebalkan, selalu ingin dilayani, berambisi untuk dituankan. Sungguh mentalitas mereka jauh dari muruah yang seharusnya dimiliki para pemimpin.

Berbeda dengan sikap Abu Dzar. Ia bersedia menjadi tameng bagi sosok terpidana qishash yang ingin harga dirinya tidak hilang dengan berusaha menuntaskan amanah yang diembannya (harta anak yatim) kepada sanak famili yang berhak. Andaikan tidak ada jaminan dari sosok Abu Dzar, pria itu tidak akan bisa memenuhi amanah yang dipikulnya. Inilah sosok figur publik yang kita butuhkan saat ini. Sosok yang rela berkorban demi rakyat kecil yang jujur. Sosok yang mendukung upaya menyuburkan keluhuran sikap di masyarakatnya.

Ketiga, agar tak seorang pun memiliki persepsi bahwa jiwa toleransi telah sirna.

Sikap pemaaf seperti yang dilakukan kedua pemuda di atas merupakan barang langka, mengingat keduanya berlapang dada memaafkan ketika mereka sebenarnya dibenarkan secara hukum untuk membalas kematian ayahnya. Peristiwa ini mencerminkan penegakan hukum yang tegas oleh pihak penguasa sekaligus kejujuran rakyat yang rela menunjukkan pengakuan bersalah tanpa adanya tekanan. Kisah itu juga mengajarkan kita untuk memaafkan orang yang mau mengakui kesalahannya dan jujur dengan janjinya, walaupun secara hukum ia telah divonis bersalah.

Tapi, sikap memaafkan di sini harus dibedakan dengan “jiwa pemaaf” bangsa ini yang lebih tepat disebut sebagai “jiwa pelupa”. Bangsa ini telah diperas dan dibuat sengsara oleh pemimpinnya, tapi anehnya masih ada elemen bangsa yang rela berdarah-darah membela dan memilih kembali pemimpin yang selama bertahun-tahun telah membuat mereka menderita. Bangsa ini, harkat dan martabatnya, telah diperkosa oleh para pejabat korup, tapi masih tetap legowo memberikan jalan mulus untuk mereka menuju kursi kekuasaan.*
Diambil dari majalah Hidayatullah edisi Okotober 2004

MERAIH HIKMAH DARI SETIAP KEJADIAN

Di mana pun dan kapan pun, kita harus selalu mengingat Allah. Sehingga
apapun yang terjadi, kita tetap berada dalam "lingkaran-Nya". Semoga
Allah menjadikan kita orang-orang yang mampu mengambil hikmah dari
setiap peristiwa. Dan, semoga pula kita selalu siap menghadapi apa pun
yang akan terjadi.

Saudaraku, orang yang beruntung adalah orang yang selalu bergerak dan
selalu berusaha untuk lebih baik. Saya ingin mengingatkan kembali
sebuah hadis dari Rasulullah SAW tentang waktu. Kalau hari ini lebih
baik dari hari kemarin, maka kita beruntung. Tapi kalau hari ini sama
dengan kemarin, kita rugi. Kenapa? Masalah yang kita hadapi bergerak
terus setiap hari. Kalau kualitas amal kita sama, berarti kita sudah
kalah kemampuan. Apalagi kalau hari ini lebih jelek dari hari kemarin,
pasti celaka. Yang namanya urusan, masalah, atau persoalan akan terus
bergerak dan tidak bisa dihentikan. Pilihan kita hanya satu, yaitu
bergerak lebih cepat dari masalah yang akan kita hadapi.

Karena itu, kita jangan takut dengan masalah yang akan menghadang.
Yang harus kita takuti adalah kurangnya percepatan kita dalam
menghadapinya. Ada sebuah perumpamaan tentang ujian di sekolah. Kenapa
soal ujiannya sama, tapi hasilnya berbeda? Ada yang lulus, tapi ada
pula yang gagal. Ada lulus pas-pasan, ada pula yang lulus dengan
memuaskan. Yang membedakannya adalah kemampuan setiap peserta ujian
dalam menyelesaikan soal. Yang akan menikmati ujian adalah yang jadwal
belajar dan berlatihnya lebih banyak. Akibatnya menjelang ujian lebih
senang, ketika ujian ia menikmati, dan setelah ujian ia dipuji. Beda
dengan yang jarrang belajar dan jarang berlatih, sebelum ujian tegang,
ketika ujian bingung, dan setelah ujian terpermalukan.

Ujian apa pun yang menimpa, kalau kita memiliki kesiapan ilmu dan
mental, insya Allah ujian itu hanya akan mendatangkan nilai tambah dan
kemuliaan diri.

Allah adalah Dzat Yang Maha Memberi Derita dan Allah pun Maha Memberi
Manfaat. Dalam sebuah keterangan diungkapkan, "Jika Allah menyentuhkan
(bukan menimpakan) mudharat, maka tidak ada satu pun yang bisa
menolaknya; dan jika Allah memberikan satu kebaikan, maka tidak ada
yang bisa menghalanginya, kecuali Dia sendiri".

Saudaraku, kita harus sadar bahwa tidak ada satu pun kejadian yang
luput dari genggaman Allah SWT. Semuanya, total terjadi karena izin
Allah SWT. Setiap kejadian, entah baik atu buruk, terjadi karena izin
Allah. Karenanya, kita jangan sekadar mencari izin Allah, tapi kita
harus mencari ridha Allah.

Begitupun dengan jatuhnya pesawat Lion Air di Solo pada 30 November
2004 lalu. Peristiwa itu terjadi karena izin Allah. Allah sudah
mengatur settingannya; cuaca buruk, hujan lebat, siapa yang duduk di
depan, siapa pula yang duduk dibelakang, siapa yang akan selamat,
siapa pula yang akan meninggal.

Semuanya ada dalam skenario Allah SWT, dan tidak akan tertukar. Ada
kasus yang tiketnya tertinggal, dia kecewa. Sebabnya Allah belum
menghendaki ia meninggal. Ada pula yang waiting list, ia gembira
mendapatkan tiket. Padahal saat mendarat itulah dia akan meninggal.
Semuanya ada dalam genggaman Allah. "Tiap-tiap umat mempunyai ajal.
Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat
mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukan(nya)"
(QS Yunus: 49).

Apa hikmahnya bagi kita? Kala kita melihat musibah tersebut, maka
keyakinan yang penuh kepada Allah harus kita dapatkan. Jangan sampai,
ketika membahas musibah, kita hanya bisa menyalahkan, mencari sebab,
tanpa melihat hikmah yang terjadi di belakangnya. Itu bab lain, tapi
bab keyakinan kepada Allah mutlak harus kita dapatkan. Jangan biarkan
setiap kejadian lolos begitu saja. Kita harus menjadikan setiap
kejadian bernilai tambah.

Hikmah lainnya, di manapun dan kapan pun, kita harus selalu mengingat
Allah. Sehingga apapun yang terjadi, kita tetap berada dalam
"lingkaran" Allah. Tatkala kita naik pesawat misalnya, jadikan ia
sebagai ladang ibadah, dengan selalu berzikir, bertafakur, dan
sepenuhnya berlindung kepada Allah.

Wallahu a'lam bish-shawab.( adit fe2000)

www.masjidistiqlal.com

MERAWAT HATI

"Maka apakah mereka tidak berjalan di muka Bumi, lalu mempunyai hati yang dengannya mereka dapat memahami, atau mempunyai telinga denganya mereka dapat mendengar? Karena sesugguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang ada didalam dada." (QS. Al-Hajj; 46)
Hati indentik dengan lintasan perasaan. ia tak berwujud benda atau tubuh. keberadaanya abstrak seperti ruh. Hanya saja bisikanya kuat sehingga bisa mampu bisa mengenalikan manusia. ia merupakan gelanggang pertarungan antara kebaikan dan kejahatan. Menang kalah silih berganti. Itulah sebabnya ia dinamakan qalbu (cenderung bolak balik dan selalu berubah, sumiya al-qalbu litaqallubihi Hati manusia menempati posisi yang sangat vital. Ia adalah ruh dan energi kehidupan. Karena itu setiap mukmim harus merawat dengan baik.
Seperti organ tubuh lainya, hati bisa sakit, bahkan mati. Allah SWT berfirman : "Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bgi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta." (QS. 2:10)

Supaya hati kita tidak terjangkit penyakit, kita harus kita harus bekerja kers untuk merawatnya. Jangan lupakan pula 'makanan' utamanya yaitu dzikrulah Dengan mersakan kehadiran Allah itulah hati kita akan menemukan ketenangan. Ustman bin Affan pernah berkata , "Andai saja hati ini bersih suci, niscaya dia tidak akan pernah kenyang dengan dzikrullah".

Sebaliknya, saat ditanya bagaimana cara mengobati hati yang resah, Ibnu Mas'ud menjawab, "Dengarkanlah bacaan al-qur'an. Datanglah ke majelis-majelis dzikir. Pergilah ketempat yang sunyi untuk berkhalwat dengan Allah SWT. jika belum terobati juga, maka mintalah kepada Allah SWT hati yang lain karena hati yang kamu pakai bukanlah hatimu lagi".

Hati juga ibarat sebuah pohon. Ia membutuhkan siraman air yang cukup agar menjelma menjadi pohon yang kuat.Akarnya menghujam ke bumi, rantingnya rindang dan buahnya lebat. sebaliknya jika dilantarkan buahnya akan layu, batangnya keropos dan hingga akhirnya tumbang.

Merawathati merupakan keharusan bagi setiap muslim. sebab hati adalah nahkoda seluruh prilaku manusia. bila hati bersemayam di atas kebenaran maka peliharalah seluruh ucapan dan perbuatan manusia.

Bagaimana dengan hati kita? Masihkah berjalan diatas petunjuk-Nyayang bercerang atau bersaruk-saruk di kegelepan malam? Jangan biarkan ia menjadi hantu gentayangan yang senantiasa menjauhi cahaya untuk menebar ketakutan dan kebusukan hati sangat tergantung pada pedoman yang dipakai untuk membibingnya.

Sebagai muslim kita menyakini, bahwa sebaik-baik pembibing adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah. "Bila hati berjalan tidak pada garis yang tidak ditentukan oleh Allah SWT, maka ia bagaikan mayat yang berjalan. Ia hidup tetapi tidak membawa kebaikan Bahkan menjadi penebar kebusukan." Demikian kata Sayyid Qutub.

Jika hati tidak dirawat dan tidak tidak digunakan sesuai dengan tuntunan Allah SWT, maka derajat pemiliknya lebih rendah dari hewan. Al-Qur'an telah memperingatkan hal itu :

"Dan sesuguhnya kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari Jin dan Manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka itulah orang yang lalai". (QS.7:179)

Islam adalah cahaya yang menerangi. cahaya menghidupkan hati yang mati agar mampu memahami hakikat kehidupan ini. bersyukurlah kita sebagai muslim, Karena kita memiliki potensi untuk menata hidup dan kehidupan selaras dengan kehendak Ilahi.

Wallahu A'lam.



Dari www.masjidistiqlal.com

Saturday, May 07, 2005

BILA SAJA AKU

Sebelumnya aku tak pernah menduga
perasaan ini akan semakin berat terasa
pada kerinduan yang semakin menumpuk
dan keresahan getar jiwa yang membara

Bila saja.....
Aku punya sedikit keberanian
untuk ungkapkan segenap perasaan
yang pernah ada selama ini

Bila saja.......
aku mampu utarakan isi hatiku
yang sejujurnya pada dirimu
yang sesungguhnya tentang
apa yang kuinginkan dari mu

Bila saja .......
engkau mampu memahaminya sendiri
dari sikapku selam ini padamu,
dari perhatianku, dari mataku,
dan dari semua ucapanku...

Pasti......!!
aku akan iyakan ajakanmu itu
akan ku anggukkan kepalaku
akan jujur dengan seluruh hatiku
Bila saja semua ini bukan lagi
jadi rahasia perasaan antara kita

Entah kenapa malam ini engkau datang dalam mimpiku.Entah mengapa datangmu begitu membuat kerinduan ini kembali lagi.Aq tak tahu ada apa denganmu saat ini.Mungkinkah rasa rindumu yang membuat engkau hadir dalam mimpiku.Serta berharap kita bersama.
Engkau datang menyulut kembali cinta yang telah lama kucoba tuk redupkan.Ataukah………. rasa ini yang tak mau engkau pergi dari sisiku.Diujung malam kucoba merenungi.Arti sebuah mimpi yang tak kusangka kan hadir.Muncul mengoyak kenangan lama yang kucoba lupakan.Dalam gelap kucoba meraba raba.Akankah engkau jauh disana selalu dalam kerinduan.Namun tak mampu menembus tembok kecil antara kita.Ataukah ini bunga kerinduanku yang tak pernah padam.Yang kucoba redupkan dengan angin cinta yang lain.Entahlah dewiku.Yang pasti aku tahu,bahwa rinduku untukmu terus membakarku.

HIDUPKU BUKAN HANYA MILIKKU

Setiap hari aku terbangun dari lelapnya tidur dengan sebuah kehidupan baru,setiap saat dengan dada membusung aku katakan : "ini hidupku",dan karenanya aku tidak ingin orang lain masuk dan mencampurinya,aku ingin bebas melakukan apa saja yang aku mau,aku ingin dapat melakukan apa saja yang aku suka,karena ini adalah hidupku sendiri,tanpa pernah menyadari kalau hidupku ternyata bukan hanya milikku seorang sama sekali.


Hidupku adalah milik Tuhanku,karena Dia yang menciptakanku, menyulamku menjadi janin mungil dalam rahim ibuku,meniupkan nafas kedalam hidungku,mengalirkan darah kedalam pembuluhku,dan karena akhirnya aku akan kembali ke pangkuan-Nya.


Hidupku adalah milik ibuku,karena dia telah mengandung, melahirkan dan menyusuiku,dia mengisi hatiku dengan cintanya,dan menampung air mataku dengan tangan sucinya,karena dia berjanji berjalan disampingku sampai akhir hayatnya.


Hidupku adalah milik ayahku,karena dia menjaga dan melindungiku sejak kanak-kanakku,
dia membuatku bisa hidup dan berkembang,dengan pengorbanan dia tidak bisa selalu berada di
dekatku,ya , tapi dia berjanji selalu ada untuk mengangkatku saat terjatuh.


Hidupku adalah milik saudara-saudariku,karena mereka mencintaiku seolah aku adalah bagian
dari tubuh mereka,menangis dan tertawa bersamaku.


Hidupku adalah milik sahabat-sahabatku,

milik mereka yang menanyakan kabarku,

mereka yang tersenyum padaku,

mereka yang mau menampung bebanku,

mereka yang menepuk pundakku,

mereka yang memintaku berhenti merokok,

mereka yang bahagia denganku,

mereka yang mentertawai kebodohanku,

mereka yang selalu mengharapkan kehadiranku,

mereka yang berjalan di sampingku,

mereka yang mengatakan aku mencintaimu,

karena kesedihanku akan menjadikan hari terasa suram bagi mereka,dan kegembiraanku akan menjadi penambah semangat bagi mereka,karena sakitku akan terasa sakit juga bagi mereka,
dan senyumku akan menjadi senyum mereka pula.


Betapa bodohnya bila dalam hidupku,aku menganggap hidupku hanya milikku sendiri,padahal setiap detik hidupku adalah milik mereka yang mencintaiku dan menyayangiku,milik mereka yang menungguku,dan milik mereka yang pernah, sekarang dan akan ada dalam hidupku.


Hidup ini begitu indah, maka buatlah menjadi lebih indah dengan melakukan segala sesuatu yang indah untuk semua orang.

unknown

Wednesday, May 04, 2005

SEGENGGAM GUNDAH

Subuh tadi saya melewati sebuah rumah, 50 meter dari rumah saya dan melihat
seorang isteri mengantar suaminya sampai pagar depan rumah. "Yah, beras
sudah habis loh..." ujar isterinya. Suaminya hanya tersenyum dan bersiap
melangkah, namun langkahnya terhenti oleh panggilan anaknya dari dalam rumah
"Ayah..., besok Agus harus bayar uang praktek".
"Iya..." jawab sang Ayah. Getir terdengar di telinga saya, apalah lagi bagi
lelaki itu, saya bisa menduga langkahnya semakin berat.
Ngomong-ngomong, saya jadi ingat pesan anak saya semalam, "besok beliin
lengkeng ya" dan saya hanya menjawabnya dengan "Insya Allah" sambil berharap
anak saya tak kecewa jika malam nanti tangan ini tak berjinjing buah
kesukaannya itu.
Di kantor, seorang teman menerima SMS nyasar, "jangan lupa, pulang beliin
susu Nadia ya". Kontan saja SMS itu membuat teman saya bingung dan sedikit
berkelakar, "ini, anak siapa minta susunya ke siapa".
Saya pun sempat berpikir, mungkin jika SMS itu benar-benar sampai ke nomor
sang Ayah, tambah satu gundah lagi yang bersemayam. Kalau tersedia cukup
uang di kantong, tidaklah masalah. Bagaimana jika sebaliknya?
Banyak para Ayah setiap pagi membawa serta gundah mereka, mengiringi setiap
langkah hingga ke kantor. Keluhan isteri semalam tentang uang belanja yang
sudah habis, bayaran sekolah anak yang tertunggak sejak bulan lalu, susu si
kecil yang tersisa di sendok terakhir, bayar tagihan listrik, hutang di
warung tetangga yang mulai sering mengganggu tidur, dan segunung gundah lain
yang kerap membuatnya terlamun.
Tidak sedikit Ayah yang tangguh yang ingin membuat isterinya tersenyum,
meyakinkan anak-anaknya tenang dengan satu kalimat, "Iya, nanti semua Ayah
bereskan" meski dadanya bergemuruh kencang dan otaknya berputar mencari
jalan untuk janjinya membereskan semua
gundah yang ia genggam.
Maka sejarah pun berlangsung, banyak para Ayah yang berakhir di tali
gantungan tak kuat menahan beban ekonomi yang semakin menjerat cekat
lehernya. Baginya, tali gantungan tak bedanya dengan jeratan hutang dan
rengekan keluarga yang tak pernah bisa ia sanggupi. Sama-sama menjerat,
bedanya, tali gantungan menjerat lebih cepat dan tidak perlahan-lahan.
Tidak sedikit para Ayah yang membiarkan tangannya berlumuran darah sambil
menggenggam sebilah pisau mengorbankan hak orang lain demi menuntaskan
gundahnya. Walau akhirnya ia pun harus berakhir di dalam penjara. Yang pasti
tak henti tangis bayi di rumahnya, karena susu yang dijanjikan sang Ayah
tak pernah terbeli.
Tak jarang para Ayah yang terpaksa menggadaikan keimanannya, menipu rekan
sekantor, mendustai atasan dengan memanipulasi angka-angka, atau berbuat
curang di balik meja teman sekerja. Isteri dan anak-anaknya tak pernah tahu
dan tak pernah bertanya dari mana uang yang didapat sang Ayah. Halalkah?
Karena yang penting teredam sudah gundah hari itu.
Teramat banyak para isteri dan anak-anak yang setia menunggu kepulangan
Ayahnya, hingga larut yang ditunggu tak juga kembali.
Sementara jauh disana, lelaki yang isteri dan anak-anaknya setia menunggu
itu telah babak belur tak berkutik, hancur meregang nyawa, menahan sisa-sisa
nafas terakhir setelah dihajar massa yang geram oleh aksi pencopetan yang
dilakukannya. Sekali lagi, ada yang rela menanggung resiko ini demi
segenggam gundah yang mesti ia tuntaskan.
Sungguh, diantara sekian banyak Ayah itu, saya teramat salut dengan sebagian
Ayah lain yang tetap sabar menggenggam gundahnya, membawanya kembali ke
rumah, menyerta kannya dalam mimpi, mengadukannya dalam setiap sujud
panjangnya di pertengahan malam, hingga membawanya kembali bersama pagi.
Berharap ada rezeki yang Allah berikan hari itu, agar tuntas satu persatu
gundah yang masih ia genggam. Ayah yang ini, masih percaya bahwa Allah
takkan membiarkan hamba-Nya berada dalam kekufuran akibat gundah-gundah yang
tak pernah usai.
Para Ayah ini, yang akan menyelesaikan semua gundahnya tanpa harus
menciptakan gundah baru bagi keluarganya. Karena ia takkan menuntaskan
gundahnya dengan tali gantungan, atau dengan tangan berlumur darah, atau
berakhir di balik jeruji pengap, atau bahkan membiarkan seseorang tak
dikenal membawa kabar buruk tentang dirinya yang hangus dibakar massa
setelah tertangkap basah mencopet.
Dan saya, sebagai Ayah, akan tetap menggenggam gundah saya dengan senyum.
Saya yakin, Allah suka terhadap orang-orang yang tersenyum dan ringan
melangkah di balik semua keluh dan gundahnya. Semoga.

Bayu Gautama

10 KESALAHAN JATUH CINTA

Jatuh cinta memang berjuta rasanya. Biasanya orang yang sedang jatuh
cinta memang cenderung "buta". Tidak jarang orang yang sedang jatuh
cinta melupakan hal-hal mendasar yang sebetulnya penting untuk
diperhatikan.

Nah, berikut ini 10 uraian kesalahan yang kerap dilakukan ketika
seseorang jatuh cinta :

1. Menciptakan hubungan asmara tanpa membangun persahabatan
dengannya. Mungkin kita memang benar jatuh cinta secara mendalam
padanya, tapi jangan lupa luangkan waktu sedikit banyak untuk
mengetahui atau memperhatikan apa yang sesungguhnya ia inginkan atau
ia perlukan. Sisihkan waktu untuk mempelajari kepribadiannya bukan
hanya fisik semata.

2. Tidak jujur kepada diri sendiri. Seringkali orang yang sedang
jatuh cinta memberikan batas toleransi yang berlebihan kepada
pasangan. Mereka berpura-pura seolah-olah sikap pasangan bukan
merupakan gangguan yang besar pada diri mereka atau mereka berharap
agar masalah itu selesai seiring dengan berlalunya waktu

3. Tidak "memperhatikan" diri sendiri selama menjalin hubungan
asmara. Banyak orang yang lupa "memperhatikan" dirinya sendiri selama
menjalin hubungan asmara. Kebanyakan orang yang sedang dimabuk cinta
ingin selalu berduaan dengan kekasihnya. Akibatnya orang-orang di
sekitar mereka merasa diabaikan sehingga lambat laun tanpa mereka
sadari teman-teman pun menjauh. Ini mempunyai akibat yang buruk di
masa mendatang. kita akan dicap kuper dan bila kita sedang jenuh
bersama sang kekasih, tidak ada seorang teman pun yang bersama dengan
kita.

4. Menggantungkan kebahagiaan diri kita ke pasangan. Jika selama ini
kita berpikir bahwa kebahagiaan kita bergantung pada pasangan, maka
kita salah. kita boleh jatuh cinta pada siapa saja namun tidak
berarti bahwa orang tersebut dapat membuat kita bahagia. Kebahagiaan
diri kita bergantung pada kita sendiri dan jangan sesekali kita
memusatkan seluruh hidup dan perhatian hanya pada satu orang saja
karena jika demikian, berarti kita telah menutup wawasan dan
kesempatan untuk menjadi lebih baik bagi diri kita sendiri.

5. Cinta membutuhkan waktu. Seringkali seseorang lupa akan point yang
penting ini. Cinta selalu membutuhkan waktu, baik untuk mengenal
maupun untuk bertumbuh. Terlalu cepat memulai suatu hubungan
berakibat kurang baik karena mungkin kita belum mengenal dengan baik
karakter pasangan, sebaliknya jika kita terlalu terburu-buru
mengambil keputusan untuk meninggalkan pasangan hanya karena
permasalahan sepele juga kurang bijaksana. Karena itu sebaiknya beri
waktu yang cukup bagi diri sendiri untuk mengenal pasangan.

6. Terlalu fokus pada sex. kita harus menyadari bahwa tidak ada
seorang pun yang senang menjadi objek sex. Jangan jadikan sex sebagai
prioritas suatu hubungan, sebaliknya jadikan sex hanya sebagai
pemanis dalam hubungan berdua ( dengan catatan sex hanya bole di
lakukan bagi mereka yg udah terikat oleh pernikahan) . Fokuskan
perhatian kita dalam membangun jalinan asmara yang solid bersamanya.
Buatlah rencana yang jelas untuk masa mendatang.

7. Berkencan tanpa tujuan yang jelas. Kencan memang merupakan
aktivitas yang seru dan menyenangkan, namun jika kita tidak mempunyai
tujuan yang jelas dan tidak tahu apa yang kita cari atau kita
inginkan maka cepat atau lambat hal ini akan membuat diri kita
menjadi lelah baik secara fisik maupun mental. Jadi lebih baik
tentukan dahulu apa yang kita cari dari suatu hubungan asmara dan apa
yang kita inginkan dari calon pasangan <---------wajib ney

8. Berprinsip bahwa sex dapat menyelesaikan semua masalah. Tinggalkan
prinsip seperti ini. Walaupun kita bersedia menyerahkan diri kita
seutuhnya kepada pasangan, tidak menjamin bahwa pasangan akan setia
atau tidak akan meninggalkan kita. Segera ubah pola pikir kita.
Jangan biarkan diri kita dibodohi dengan iming-iming jika kita
bersedia melakukan hubungan sex maka pasangan akan semakin mencintai
kita. Itu justru membuktikan bahwa pasangan tidak mencintai kita dan
hanya menginginkan kesenangan semata.

9. Memprioritaskan kecantikan fisik. Ini juga merupakan salah satu
hal yang kerap terjadi. Umumnya kecantikan fisik menduduki skala
prioritas utama dari pada kecantikan batin. Padahal kecantikan batin
jauh lebih bermanfaat dan tahan lama.

10. Kembali melakukan kesalahan yang sama. Pernahkah kita
mengintrospeksi diri mengenai kegagalan asmara kita di masa lalu?
Sebelum memulai hubungan yang baru, ada baiknya kita mengintrospeksi
diri dan melihat kembali dimana kesalahan kita. Dengan mengetahui
letak kesalahan, kita dapat belajar untuk tidak lagi mengulangi
kesalahan yang sama .